Penjaga Saudariku
Terinspirasi dari film
‘My Sister’s Keeper’
Kadang, aku selalu berfikir. Apakah
aku dilahirkan hanya untuk menjaga kakakku? Apakah aku dilahirkan hanya untuk
sekian banyak penderitaan pendonoran? Namun, aku salah. Jalannya tuhan adalah
sebuah skenario bagi kita. Skenario yang indah sekali. Skenario yang memang disutradarai
oleh Tuhan yang Maha Esa.
“Shinta, apa yang kamu pegang? Cepat
bawa kemari? Shinta! Tak baik membuka buka barang yang bukan milik kamu.” Kak
Salsa menatapku penuh kecemasan, Kak Salsa hanya menggigit bibirnya saja. Aku
kemudian tertawa. Kak Salsa terlihat bingung. “Jangan bohong kak. Aku bukan
orang yang seperti itu. Aku bukan yang dulu. Yang mudah saja kau bodohi.”
Jawabku. “Baiklah, kamu terkena jebakanku lagi.” Kak Salsa berbicara dengan
menyembunyikan sesuatu. Aku menatapnya dengan tatapan curiga. Aku melempar
kertas itu kesembarang tempat.
Rumah Sakit Candra Kasih
Check kesehatan darah:
Atas nama : Salsa Fira
Jantung : - tekanan darah
rendah : normal
-tekanan darah tinggi : normal
- pulse : normal
1
|
Darah merah : kurang
normal
Darah putih : sangat tidak
normal
Keluhan : sering pusing
Penyakit : anemia akut dan
LEUKIMIA stadium 1
Jaga kesehatanmu ;)
2
|
Aku hanya diam di
kamar. Melihat dinding dinding langit. Aku berfikir, ‘apa benar?’ aku bertanya Tanya pada diriku sendiri. Ada sesuatu
yang tak beres disini. “Shinta, makan yuk.” Mama mengetuk pintuku. “Baik Ma.
Aku akan menyusul.” Ujarku. Aku segera merapikan bajuku sebentar. Lalu, menuju
ruang makan. Setelah sampai aku duduk disamping Kak Salsa. “Ehm, Shinta. Apa
golongan darahmu?” Tanya ayah. “AB Yah. Ada apa?” Tanyaku balik. Kak Salsa
hanya diam dengan muka pucat. “Ehm, Mama kan O, sedangkan Ayahkan AB. Namun,
ayahkan darah rendah. Jadi, Shinta maukah kamu mendonorkan darahmu?” Tanya
Ayah. “Tapi, O ke AB kan bisa Yah?” Tanyaku lagi. “Sayangnya, mamamu juga darah
rendah.” Ujar Ayah lagi. “Untuk apa?” Tanyaku. Kemudian aku memasukkan daging
ke mulutku. “Kakakmu, butuh donor darah.” Kata Ayah. Dheg. Dheg. Jantungku
berdebar semakin keras. “Donor darah? Kertas itu..” aku berkata sambil terbata
bata. Kak Salsa hanya diam dan menunduk. “Leu.. ki.. mia?” aku terbata bata lagi.
“Stadium satu.” Mama menambahi. Aku terdiam. Hening. Tak ada yang memulai
percakapan selama makan malam. “Jadi?” Tanya Ayah. 1.. 2.. 3.. “Ya, Ayah. Aku
mau.” Ujarku pasrah. Kak Salsa mentapku kaget dan senang. Aku hanya tersenyum
mendengarnya. “Besok, kau siapkan?” Tanya ayah lagi. “Pasti.” Aku menjawab
penuh kepastian. Aku segera melenggang pergi ke kamarku. Memainkan video games
untuk melepas kepenatan dan tak sadar aku mulai tertidur.
“Story Of My Life” lagu itu mengalun dari
HP ku. “Alarm, berisik banget sehh..” Aku mulai teriak teriak Gak jelas.
Langsung saja aku matikan alarm HP ku, dan aku tertidur lagi. ‘Masa bodo, masih
juga Jam 4.’ Aku kembali tidur dengan mimpi indah yang setia menemani.
Pukul 5 aku mulai bersiap siap. Dengan cepat aku sholat shubuh dahulu kemudian mandi dan makan. Setelahnya, Aku segera bersiap-siap dan akan
berangkat menuju rumah sakit. Sesampainya dirumah sakit Candra Kasih, Kak Salsa
lebih dulu diperiksa. “Bu, keadaan Salsa sangat lemah. Darah nya sangat cepat
digerogoti oleh darah putihnya sendiri. Tergantung keadaan Shintanya sendiri
dapat mendonorkan darahnya sebanyak yang dibutuhkan atau tidak. Tolong, untuk
Shinta kesehatannya harus dijaga.” Ujar Dokter itu panjang lebar. Aku terdiam.
‘Tergantung aku ya?’ Aku bertanya pada diriku sendiri. ‘Aku tak yakin. Tapi, untuk Kak Salsa. Pasti aku bisa.’
Ujarku pada diri sendiri. Sebelumnya darahku diperiksa terlebih dahulu. “Ehm,
maaf Pak. Namun, darah Shinta. Adalah darah rendah. Tekanan darah kebawahnya
kurang dari rata rata, dan tekan darah tingginya pun juga kurang dari rata
rata.” Dokter itu memberikan tekanan kata kata. Dheg. Sekali lagi. Aku
tersenyum masam. Meminta donor darah dari orang lain adalah keselanjutannya.
Entah sudah berapa hari semenjak
hari itu. Kak Salsa terlihat lebih sehat, tidak pucat seberti dulu. Aku senang
sekali. Walaupun, rawat inap harus tetap berjalan.
Dan, donor darah tidak berhenti
begitu saja. Donor darah dilakukan oleh orang orang yang menyumbangkan
darahnya. Bahkan, Kak Salsa juga mencoba cuci darah sekali kali. Keadaanya
sudah membaik. Namun, bukan pasti itu sudah sembuh. Itu bisa datang kapan saja.
Aku tak mendonor darahku. Namun, ginjalku.
Kak Salsa juga menderita penyakit ginjal ternyata. Hingga mngakibatkan
ginjalnya tiak berfungsi dengan baik. Entah cobaan apa yang menerpa kembali
lagi, leukemia itu mengganas kembali. Hingga stadium ke 3. Aku terus
menyemangatinya. Pendonoran ginjalku ini, akan berlangsung beberapa hari
kedepan. Untuk mengetahuiaku menyetujuinya atau tidak.
Tidakkah kau merasa cemas terhadap
dirimu sendiri? Apakah kau tidak akan menyesal? Banyak sekali kalimat yang
memasuki pikiranku. Temanku, sahabatku, semuanya bilang begitu. “Kenapa kau yang
mendonorkan ginjal, Shin? Kenapa tidak ayah ataupun ibumu?” Banyak pertanyaan
seperti itu. Aku terdiam. Benar, kenapa? Mengapa? “Karena, aku menyayangi
kakaku dan kedua orangtuaku. Aku rela mati untuk mereka.” Jawabku kalem kepada
mereka yang bertanya. Aku mensetujui pendonoran ini.
“Seharusnya, kau tidak usah
mendonorkan ginjalmu untuk ku. Kau bodoh Shinta. Kenapa kau tidak melawan Ayah
maupun Mama?” Tanya Kak Salsa. “Aku menyayangi mereka Kak. Juga dirimu. Aku tak
ingin menjadi anak durhaka. Keadaan keluarga kita memang terbalik. Selalu aku
yang dinomor duakan. Dan kau yang selalu menjadi nomor satu. Aku sudah bukan
anak kecil lagi Kak. Ku dapat memahami betapa sakitnya ketidak adilan ini. Ku
selalu ingin mencoba biola disana kak. Diruangan kerja mama. Aku tak selalu dibolehkan
menyentuhnya.” Aku menyampaikan uneg unegku kepadanya.”Kenapa tidak melawan?
Selagi kamu benar. Jika, aku sudah benar benar pergi. Apa yang kan kamu
lakukan?’ Tanya Kak Salsa kepadaku. Dheg. “Aku mencintaimu Kak, aku
menyayangimu. Selalu. Aku tidak berharap kakak hilang begitu saja. Aku tak akan
membiarkan itu. Aku akan dibenci oleh Ayah dan mama. Karena aku dilahirkan
hanya untuk membantu kesehatanmu. Mendonorkan semua yang aku punya. Bahkan bila
transplantasi jantung bisa dilakukan selagi ada yang membutuhkan. Aku bersedia.
Karena, aku memang dilahirkan untuk itu. Bukan itu bersenang senang, menikmati
dunia, dan mendapatkan kasih sayang yang lebih.” Ujarku terisak. “Apa yang kau
pikirkan, hingga membuatmu berbicara bahwa Ayah dan Mama akan membencimu
nanti?” Tanya Kak Salsa. “Aku dilahirkan hanya untuk sekian banyak penderitaan
ini Kak. Aku hanya dimanfaatkan sebagai penyambung umur kakak. Bagaimana jika,
aku malah tidak menyambung usia kakak?” Tanyaku. “Kematian adalah sebuah Sad
Ending dari drama hidup manusia. Kita hanya berdrama didunia ini. Jika, aku
pergi nantinya. Naiklah ke atas. Aku akan ada disitu. Sebagai cahaya yang ada
disana. Kau tak akan kesepian.” Ujar Kak Salsa. Kami berbaring dibawah pohon
yang rindang. Terlihat juga, Kak Salsa yang memang sudah di kemotheraphy. Aku
tersenyum menatapnya. “Kau tau tidak? Leukimia itu penyakitku sejak kecil.
Leukemiaku dulunya sempat sampai separah ini. Sebelum kau dilahirkan. Namun,
tiba tiba leukemia iu menghilang begitu saja.” Kak Salsa menjelaskan kepadaku
dengan panjang. Aku menyimaknya. Kami segera kembali menuju rumah. Aku dan Kak
Salsa segera menuju Rumah Sakit untuk pendonoran ginjal ini.
Dirumah Sakit Mama dan Ayah telah
menunggu. Segeralah donor ginjal ini dilakukan. Aku telah disuntik oleh sesuatu.
Entah apa itu. Dan akupun tertidur. Dengan mendengar suara samar samar dan
dinginnya ruangan. Setelah pendonoran selesai. Ginjal Kak Salsa kembali sehat.
Hanya saja leukimianya yang semakin menjadi jadi hingga stadium akhir.
Malam itu, Kak Salsa menuntut mama
atas apa yang telah terjadi kepadaku. “Ma, tidakkah mama sadar apa yang telah
mama perbuat kepada Shinta Ma? Menjadikannya hanya sebagai penyambung usiaku?”
Tanay Kak Salsa kepada mama. Aku mendengarnya dengan samar samar. “Itu semua
demi kamu, Salsa.” Ujar mama. “Namun, mama melakukan tindakan itu dan melakukan
kasih sayang yang berbeda pula.” Bantah Kak Salsa lagi. Mama segera meninggalkan
kamar Kak Salsa. Sepertinya, mama terisak. “Kak, seluruh keluarga besar telah datang”
Ujarku. “Baiklah. Sekalian ambilkan buku pop-up kakak ya di tas sana.” Ujar Kak
Salsa dengan menunjuk lemari yang ada di sebelah kamar mandi. Aku segera
mengambilnya. Dan memberikannya kepada Kak Salsa. Seluruh keluarga besar
memasuki kamar Kak Salsa dan membagikan pizza buatan Bibi Anna. Kami menikmati
pizza itu bersama sama. Setelah jam kunjungan telah selesai. Hanya ada aku,
ayah, dan Mama dikamar Kak Salsa. Kak Salsa memberikan Buku pop-up itu kepada
mama. “Mama marah?” Tanya Kak Salsa.
“Tidak. Mama hanya kesal saja.” Balas mama. “Memang kamu yang benar. Selama ini
mama salah. Dan, apa ini?” Tanya mama saat membuka buku pop-up itu. “Ini buku 3
dimensi Ma. Dan semua ini kita. Saat aku kecil hingga sekarang. Aku senang bisa
mengenal, menyayangi, dicintai, mencintai, dan dilahirkan oleh mama. Aku minta
maaf atas semua kesalahanku.” Ujar Kak Salsa. “Mama sudah memaafkan dari dulu.”
Ujar mama dengan bergetar. Matanya mulai meneteskan air mata. Dan suaranya
parau. “Ayah, maafkan aku ya. Atas semua kesalahanku.” Aku kemudian memeluk
ayah. “Shinta, aku berhutang banyak kebaikan kepadamu. Aku minta maaf atas
semua kesalahanku.” Ujar Kak Salsa kepadaku. “Aku selalu memaafkan kakak.”
Ujarku. Kak Salsa tersenyum. Aku memeluk Kak Salsa. Dan Mama memeluk kami
begitu juga dengan ayah. Dan, kamipun tertidur dengan posisi berpelukan. Dengan,
kesokan harinya. Ditemukan Kak Salsa sudah tidak bernafas lagi. Kami menangis
tersedu sedu. Pemakaman akan diadakan setelah ini. Kami membaca Yaasin bersama.
Dan banyak sekali doaku kepadanya. Setiap hari aku menuju bawah pohon rindang
ataupun atas. Untuk menikmati setiap detik hidupku yang mulai menghilang salah satu kepingannya. Benar, aku seperti merasa tidak kesepian. Aku
selalu berbicara sendiri disana. Namun, aku tetap bisa merasakan kehadirannya
didalam hatiku. Dan semoga dia tenang disana..
Liburan kali ini, kami pergi ke
salah satu pegunungan yang sangat disukai oleh Kak Salsa. Disana aku dapat
menyimpulkan bahwa, aku tidak sendiri.
Kak Salsa benar. Mama dan ayah pasti tidak membenciku. Dan, hidupku sekarang
bukan hanya untuk penyambung umur kakakku. Namun, aku hidup layaknya manusia
biasa. Tanpa kehadiran dia, memang tidak menyenangkan. Namun, setidaknya aku
mendapatkan kesempatan. Aku, Shinta gadis berginjal 1 dengan darah rendah akan
selalu tulus menyayangi kakakku, dan mendoakannya.
Mama menatapku dengan senyumannya
dan memberikan secangkir teh kepadaku. Aku kembali menatapnya dengan
senyumanku. Hidupku bukan lagi sebagai
penyambung umur kakakku, walaupun berginjal 1 dan berdarah rendah dan semua itu
karena tuntutan orang tuaku. Aku tidak membenci mereka. Aku menyayangi mereka.
Dan aku bisa memegang biola impianku.
- The End -